Jumat, 03 Juni 2011

gaharu

Gaharu

Niat Abdulqodir Hadi Mustofa menanam 39 bibit gaharu di sela-sela pohon karet amat sederhana: cuma ingin mengambil kulit batang yang kuat. Ia ingin memanfaatkannya sebagai tali tas pengangkut getah karet. Namun atas saran kerabat ia memasukkan cairan cendawan Fusarium sp di 3 lubang. Dua tahun kemudian pada Oktober 2008, Abdulqodir menebang sebatang pohon itu dan memperoleh 300 kg kemedangan yang harganya Rp300.000 per kg. Dari 100 kg kemedangan yang terjual, omzet pria 50 tahun itu Rp30-juta.

Fusarium yang diinokulasi ke jaringan pohon itu sebetulnya kuman penyebab penyakit. Oleh karena itu pohon gaharu melawan dengan memproduksi resin bernama fitoaleksin supaya kuman tak menyebar ke jaringan pohon lain. Seiring waktu, resin itu mengeras di sudut-sudut pembuluh xylem dan floem-organ pohon yang mendistribusikan makanan-berwarna kecokelatan, serta harum bila dibakar. Itulah kemedangan yang dipanen oleh Abdulqodir, pekebun di Simpangtiga, Kecamatan Kotabaru, Provinsi Jambi.

Andai waktu inokulasi lebih lama, 2-4 tahun, kemedangan yang semula kecokelatan itu berubah warna menjadi kehitaman dan lebih harum lantaran kadar resin lebih tinggi. Itulah gubal gaharu yang sekarang berharga Rp5-juta-Rp15-juta per kg. Oleh karena itu Abdulqodir membiarkan 38 pohon gaharu lain setelah inokulasi. Ia menyimpan harta karun di pohon-pohon itu. Bayangkan, sebuah pohon berumur 15 tahun seperti milik Abdulqodir bakal menghasilkan rata-rata 1 kg gubal. Dengan kualitas terendah dan harga termurah per kg Rp5-juta, omzetnya Rp190-juta.

Nun di Kalimantan Barat, H. Raden Syamhuddin Has memanen 3 pohon karas. Pria 54 tahun itu tidak ingat jumlah produksi dan kualitas gaharu dari pohon-pohon yang 10 tahun lalu ia lukai dengan cara membacok, memantek bilah kayu ulin, sampai mengucuri larutan gula merah agar muncul gubal. Yang Syamhuddin ingat, dari panen 3 pohon pada April 2007, ia memperoleh Rp11-juta.

Peraih penghargaan kepala desa terbaik se-Kalimantan Barat di bidang konservasi alam itu masih memiliki 397 pohon gaharu di kebun karet seluas 12 hektar. Umurnya rata-rata 15 tahun dengan tinggi menjulang 8-10 m, berdiameter 25-30 cm. Enampuluh pohon di antaranya sudah diinokulasi cendawan Fusarium sp pada Agustus 2006. Itu atas saran kerabat Syamhuddin yang bergaul dengan peneliti kehutanan dari Universitas Tanjungpura, Pontianak, Kalimantan Barat. November 2008, seorang penampung menyodorkan harga Rp2-juta per pohon. Ia menolak dan memilih untuk memperpanjang masa inokulasi sampai batas waktu yang tidak bisa ditentukan.
Populasi menyusut

Gaharu yang memberi pendapatan tidak kecil pada Abdulqodir dan Syamhuddin, bukan nama pohon, tetapi resin yang dihasilkan dari pohon genus tertentu. Periset Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan, Yana Sumarna MS menjelaskan, paling sedikit ada 27 spesies pohon yang dapat membentuk gaharu. Spesies-spesies itu tumbuh di hutan hujan tropis Nusantara seperti genus Aquilaria, Aetoxylon, Enkleia, Excoccaria, Dalbergia, Gonystylus, Gyrinops, dan Wikstroemia. Genus Aquilaria dan Gyrinops paling banyak jenisnya, masing-masing ada 9 spesies. Abdulqodir dan Syamhuddin termasuk yang membudidayakan Aquilaria malaccensis.

gaharu

Dua tahun terakhir banyak pekebun yang memanen gaharu hasil budidaya. Pemicunya gaharu alam yang terus menyusut. Pada 2000 Asgarin (Asosiasi Pengusaha Eksportir Gaharu Indonesia) mensurvei populasi gaharu alam di berbagai hutan. Hasilnya di Sumatera tersisa 26%, Kalimantan (27%), Nusa Tenggara (5%), Sulawesi (4%), Maluku (6%), Papua (37%).

Menyusutnya populasi di alam karena sebagian besar pemburu tak mampu mengidentifikasi pohon gaharu yang sudah terinfeksi cendawan. Untuk memperoleh sebuah pohon yang mengandung gubal, mereka menebang hingga puluhan pohon. Pohon yang belum bergubal dan telanjur ditebang, dibiarkan begitu saja. Ini hampir terjadi di semua hutan alam.

Kadir Ade, pemburu gaharu di Desa Serawai, Nangapinoh, Kabupaten Sanggau, Kalimantan Barat, menebang di atas 10 pohon untuk memetik 20-30 kg teras super (gubal dalam bahasa Dayak, red). Itu dilakukan Kadir di hutan-hutan di hulu Sungai Kapuas dan hulu Sungai Melawi. Ia tergiur harga jual teras yang tinggi, Rp350.000 per kg. Dari 10 pohon yang dibabat hanya 2 pohon yang setelah dibelah berisi teras.

Fenomena itu tercium oleh dunia luar. Pada Konvensi ke-9 CITES (Convention on International Trade in Endangered Species) di Florida, Amerika Serikat pada November 1994, diputuskan pohon gaharu spesies malaccensis masuk appendix II. Artinya anggota famili Thymelaeaceae itu dibatasi perdagangannya. Tiga belas tahun kemudian diputuskan, kuota ekspor spesies itu yang boleh diambil dari alam hanya 30 ton, dari sebelumnya 50 ton. Total kuota ekspor gaharu Indonesia dari tahun ke tahun terus turun. Data PHKA dan CITES menyebutkan kuota ekspor pada 2000, sejumlah 225 ton; 2001 (200 ton); 2002 (180 ton); dan 2003-2005 (175 ton).

Pascakonvensi ke-13 CITES di Bangkok, Thailand pada 2004, pembatasan perdagangan juga berlaku untuk semua spesies gaharu alam. Seluruh produk dan hasil gaharu masuk CITES appendix II. Keputusan itu dilandasi sulitnya pasar dunia membedakan produk asal spesies malaccensis atau bukan. ‘Konsekuensinya penjualan ekspor dan impor produk gaharu ditentukan kuota dan harus ada izin dari CITES,’ ungkap Dr Tonny Soehartono, direktur Konservasi dan Keanekaragaman Hayati, Direktorat Jenderal PHKA Departemen Kehutanan. Penerapan kuota bertujuan untuk memastikan sebaran spesies pohon gaharu di alam mampu berkembang biak dengan baik.

Menurut koordinator otoritas ilmiah CITES, Dr Gono Semiadi APU, kuota itu tidak membedakan gaharu alam atau budidaya. ‘Sebaiknya pekebun budidaya melapor pada BKSDA setempat untuk mendapat surat rekomendasi. Itu untuk mempermudah ketika menjual hasil panen di masa depan,’ katanya. Proses pelaporan hingga pembuatan berita acara pemeriksaan dari kegiatan penanaman itu gratis.
Marak budidaya

Dengan rambu-rambu itu makanya mengebunkan gaharu menjadi pilihan. Apalagi gaharu dapat dibudidayakan di ketinggian 0-1.500 m dpl, kelembapan 80%, curah hujan 1.200-1.600 mm per tahun, dan adaptif di berbagai tipe tanah. Itu sebabnya kebun-kebun gaharu kini banyak bermunculan di Lombok Barat (Nusa Tenggara Barat), Kabupaten Ketapang (Kalimantan Barat), Kelurahan Bentiring dan Kecamatan Argamakmur (Bengkulu), Pangkalpinang (Bangka Belitung), Bogor dan Sukabumi (Jawa Barat), serta Kecamatan Kotabaru (Jambi). Tak kurang dari Malem Sambat Kaban, Menteri Kehutanan Kabinet Indonesia Bersatu mendorong penanaman gaharu.

Adi Saptono, pekebun di Pangkalbalam, Pangkalpinang, Bangka Belitung, menanam 300 spesies malaccensis, microcarpa, dan beccariana pada 2004. Ia menanam gaharu secara monokultur itu dengan jarak tanam 2 m x 2 m. Pohon yang dipelihara di kebun belakang rumah itu kini tingginya 3,5 m berdiameter 10 cm. Setahun lalu pohon-pohon itu diinokulasi menggunakan ramuan ‘rahasia’. Isi ramuan bermacam-macam cendawan: fusarium, acremonium, dan aspergillus. Seliter cendawan ini dipakai untuk menyuntik 2.000 lubang per pohon. Sejauh ini Adi belum dapat menebak hasilnya. Namun, di luar itu Adi sudah mencicipi pendapatan dari ramuan ‘rahasia’ itu.

Bermitra dengan pekebun karet yang di kebunnya ‘tumbuh liar’ 1-2 pohon gaharu, pada November 2008 ia memanen 5 pohon setinggi 8 m berdiameter 25 cm. Pohon itu telah diinokulasi seliter cendawan pada pertengahan 2005. Adi memperoleh 22,5 kg gaharu terdiri atas 2,5 kg gubal mutu B dan 20 kg kemedangan. Temannya membeli gubal itu seharga Rp2-juta/kg dan kemedangan per kg Rp500.000-Rp1-juta. Minimal pendapatan Rp15-juta ditangguk. Pendapatan itu dibagi dua dengan pemilik kebun; Adi mengantongi Rp7,5-juta. Masih ada 70 pohon gaharu lagi yang tengah menanti saat dipanen.

Di Desa Gunungselan, Kecamatan Argamakmur, Bengkulu Utara, Rita Rosita menanam 1.700 pohon gaharu spesies malaccensis di lahan 7.000 m2. Ia menumpangsarikan malaccensis berumur 1,5 tahun itu (jarak tanam 2,5 m x 2,5 m) dengan tanaman jati Tectona grandis berumur 4 tahun dan kakao Theobroma cacao berumur 3 tahun. Di pinggir-pinggir kebun itu berderet pohon pinang Areca cathecu yang tengah berbuah lebat.

Tumpangsari ini bukan tanpa sebab. Pendapatan lain bisa diraih Rita sambil menunggu pohon-pohon gaharu itu siap diinokulasi cendawan. Tanaman kakao sudah berproduksi 2 kg/pohon. Panen dilakukan 2 minggu sekali sebanyak 7 kg kering dengan harga Rp12.000 per kg. Pinang sesekali dipanen dan dijual dengan harga Rp3.500 per kg. Sekali menjual sebanyak 30 kg.
Beragam kendala

Beragam rintangan siap menghadang pekebun gaharu buat meraih untung. Peluang memetik laba besar bakal gagal total jika pekebun gagal menginokulasi seperti dialami H. Mahmuddin Sany. Pekebun di Kabupaten Langkat, Sumatera Utara, itu menginokulasi sebuah pohon gaharu dari 20 pohon yang ditanam pada 2000. Alih-alih mendapat gubal, pohon berdiameter 18-20 cm itu batangnya membusuk. Menurut Sany kegagalan itu antara lain karena ia tidak paham masa aktif inokulan. Saat 2 mL larutan cendawan fusarium itu diinokulasi pada 30 lubang, umur si mikroba sudah kedaluwarsa sejak 3 bulan sebelumnya. Hasilnya? Pohon itu mati.

Urusan cendawan ini memang agak pelik bagi pekebun. Bukannya mereka tidak tahu teknologi cendawan, ‘Saya pernah mencoba menyuntik pada sebuah pohon, tapi tak lama mati,’ kata M Amin, pekebun di Dusun Orong Selatan, Desa Gegerung, Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat. Kapok dengan kejadian itu ia kembali memakai cara tradisional: dipaku. Dari pengalaman Amin pohon bergaris tengah 10 cm setinggi 3-4 m yang ‘diinokulasi’ 3 kg paku selama 2 tahun dapat menghasilkan 1 kg kemedangan. Selain dipaku masih ada cara tradisional lain: menancap bilah bambu, kayu ulin, dan seng. Yang lain membubuhi garam sampai mengoleskan oli. Intinya membuat pohon ‘merana’ sehingga mau mengeluarkan gaharu.

Menurut Dr Ir Mucharromah MSc, peneliti gaharu dari Jurusan Perlindungan Tanaman Fakultas Pertanian Universitas Bengkulu, gagalnya cendawan bereaksi karena tanaman memberikan respon berbeda-beda. Sebab itu mutlak ada ‘kecocokan’ antara mikroba yang diinokulasi dengan si tanaman. Makanya sulit menentukan mikroba yang paling pas. ‘Yang namanya mikroba pembentuk gubal itu ada sekitar 50 spesies,’ katanya. Fusarium yang efektif di Bogor berbeda misalnya dengan di Bengkulu dan Nusa Tenggara Barat. Sebab itu pula pekebun seperti di Bengkulu, Kalimantan Selatan, dan Pangkalpinang meracik sendiri ramuan mikroba atas dasar pengamatan di lapangan.

Muhaimin, pekebun di Desa Batumandi, Kecamatan Batumandi, Kabupaten Balangan, Kalimantan Selatan, bisa menjadi contoh. Pada 2006 ia menginokulasi 30 pohon gaharu spesies microcarpa berumur 30 tahun setinggi 25 m berdiameter 40 cm memakai cendawan ‘ajaibnya’. Hasilnya dari 2 pohon yang dipanen pada pertengahan 2008 Muhaimin mendapat masing-masing 4 kg kemedangan yang laku dijual Rp1-juta per kg. Bahan cendawan itu berasal dari gubal gaharu hutan setempat yang dikembangbiakkan di laboratorium pertanian.

Pengguna gaharu juga menemukan hambatan berupa sulitnya mendapatkan gubal. Itu dialami CV Agung Perdana, eksportir gaharu di Lombok, Nusa Tenggara Barat. Bertahun-tahun perusahaan yang berdiri pada 1980 itu mengekspor gubal berwarna cokelat kehitaman dalam bentuk chip. Chip adalah gubal berbentuk tak beraturan dengan panjang bervariasi 10-15 cm berdiameter 4-6 cm. Aroma kuat dan tajam menyebabkan chip dipilih sebagai bahan baku pengharum. Ini permintaan pasar Timur Tengah.

Menurut H. Faisal Bagis, pemilik CV Agung Perdana, untuk mendapatkan gubal sekarang sulit. Dulu, pada 1998 CV Agung Perdana mengekspor gaharu dengan komposisi: 80% gubal dan 20% kemedangan. Kondisi itu kini berbalik 180 derajat. Dari kuota ekspor 8 ton per tahun, 80% kemedangan dan 20% gubal. ‘Susah kalau terus berharap mendapatkan gubal alam,’ ungkap Faisal.
Tinggal antar

Jika pekebun mampu melewati beragam rintangan mengantongi laba besar bukan angan-angan. Banyak eksportir dan penampung gaharu siap menyerap. Taufik Murad, penampung di Lombok, Nusa Tenggara Barat, rutin menjemput gaharu pekebun melalui kaki tangannya yang berjumlah belasan orang.

Pengelola restoran khas makanan Lombok itu tidak mengolah gaharu itu. Ia langsung mengirimkan 50–100 kg per bulan gaharu ke eksportir langganan di Jakarta dan Surabaya. Taufik memang beroperasi di Nusa Tenggara Barat. Pekebun di luar itu tidak perlu cemas. Masih banyak penampung gaharu. Data Asgarin menyebutkan ada 41 penampung berizin resmi. Mereka tersebar di Jawa, Sumatera, Kalimantan hingga Papua.

Soal harga beli? Menurut Joni Surya meskipun eksportir dan penampung banyak, sebagian besar tidak mau terang-terangan mengekspos harga. Harap mafhum bisnis ini menyangkut nilai uang cukup besar. ‘Perdagangan gaharu persis perdagangan sarang walet sebelum tahun 1990-an. Sifatnya tertutup, standar harga kurang jelas karena keragaman kualitas sangat tinggi,’ ujar ketua Gaharu 88, pelopor penanaman pohon gaharu di Bengkulu.

Yang seringkali terjadi adalah proses tawar-menawar harga yang alot. ‘Gaharu itu dibeli aromanya, jadi tidak bisa tidak perlu dilihat barangnya. Bahkan kalau perlu dites,’ ungkap Taufik. Data Asgarin dapat menjadi acuan. Harga mutu gaharu tertinggi, gubal double super atau super A per kg Rp10-juta-Rp15-juta. Berikutnya gubal super tanggung Rp4-juta-Rp5-juta/kg. Yang terendah disebut teri, rata-rata Rp100.000/kg.

Pekebun tak perlu berkecil hati meskipun sejauh ini paling pol hasil gaharu budidaya sebatas kemedangan yang harga jual di tingkat pekebun Rp500.000-Rp1-juta/kg. Dengan mutu serupa, pekebun-pekebun gaharu budidaya di Vietnam terus menggenjot mutu gaharu lewat berbagai teknologi. Ini bisa ditiru pekebun di tanahair karena bukan mustahil suatu saat gubal super yang harganya top diperoleh dari budidaya relatif singkat. ‘Ini sedang kami teliti di Vietnam,’ kata Prof Robert A Blanchette, periset gaharu dari University of Minnesota Amerika Serikat, melalui surat elektronik.
Pasar terbuka

Menurut ketua Asgarin Dr Faisal Salampessy SH, permintaan terhadap gaharu terus meningkat karena bejibun kegunaannya. ‘Setiap agama di dunia mensyaratkan wangi gaharu yang dibakar sebagai sarana peribadatan. India dan China paling besar menyerap untuk kemenyan,’ kata doktor perencana keuangan Universitas New Delhi di India itu.

Selain agama, pola hidup juga berpengaruh. Di Timur Tengah gaharu menjadi kebutuhan pokok. ‘Masyarakat Arab menggunakan gaharu untuk siwak atau menggosok gigi agar mulut tidak bau. Kondisi iklim panas dan kegemaran mengkonsumsi daging membuat tubuh mereka bau menyengat sehingga gaharu juga dipakai untuk pengharum,’ kata Dr Afdol Tharik Wastono SS MHum, dosen Sastra Arab Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia.

Saat ini Indonesia menjadi produsen gaharu terbesar di dunia. Total ekspor gaharu Indonesia ke negara-negara Asia seperti Taiwan mencapai 92.188 kg. Jumlah itu naik dibandingkan 2005 (70.335 kg) dan 2004 (32.365 kg). Mayoritas yang diekspor kemedangan. Untuk pasar Timur Tengah terjadi penurunan ekspor: 2006 (39.400 kg), 2005 (67.245 kg). Musababnya mereka ingin gubal super yang sulit diperoleh.

Sebab itu yang mengeluh kekurangan bahan baku bukan cuma Taufik Murad. CV Ama Ina Rua, eksportir di Jakarta juga kekurangan pasokan gaharu. Menurut Faisal Salampessy, direktur, berapa pun produksi akan diserap. Perusahaan yang berdiri pada 2000 itu kini hanya mengekspor 2-3 ton dari semula 5,6 ton per bulan gaharu ke Singapura.

Menurut Joni Surya ke depan gaharu budidaya yang diperjualbelikan. ‘Seberapa lama alam bisa menyediakan gaharu?’ tanyanya. Apalagi di masa mendatang kebutuhan gaharu sebagai aromaterapi dan obat meningkat. Sebagai obat faedahnya antara lain antiasma, antimikroba, serta hepatitis. Itu karena gaharu mengandung 17 senyawa aktif seperti agarospirol, aquilochin, dan noroksoagarofuran.

Substansi aromatik dalam gubal termasuk golongan sesquiterpena yang hingga kini belum dapat dibuat sintetisnya. Baru-baru ini sebuah perusahaan parfum terbesar di Jerman mengundang para peneliti tanahair melakukan uji DNA untuk mengetahui pencetus aroma gaharu. ‘Mereka berkepentingan karena selama ini tidak pernah kebagian bahan baku yang selalu habis terserap pasar Timur Tengah,’ ungkap Dr Teuku Tadjuddin, kepala seksi Bioteknologi Puspiptek Serpong di Tangerang.

Pantas jika penanaman gaharu terus meluas. Apalagi harga jual terus melambung. Jika pada 2001 gaharu super per kg Rp4-juta-Rp5-juta, saat ini Rp10-juta-Rp15-juta. Demikian pula harga gubal kelas AB yang cuma Rp2-juta-Rp3-juta, saat ini Rp4-juta-Rp5-juta per kg.

Gaharu 88 di Bengkulu mengkoordinir 42 kelompok tani untuk penanaman gaharu hingga 95.000 pohon. Begitu juga Asgarin yang mewajibkan setiap anggotanya menanam minimal 2 hektar gaharu. H Mahmuddin memilih bermitra dengan para pekebun. Setiap tahun Mahmuddin memperluas lahan penanaman rata-rata 5-10 hektar. Laba besar yang didapat menjadi daya tarik pekebun.

Dengan niat konservarsi Universitas Mataram (Unram) melalui Gaharu Center mengkampanyekan penanaman gaharu. Salah satunya menghijaukan hutan lindung di Desa Senaru, Kecamatan Bayan, Lombok Utara, Nusa Tenggara Barat. Dari lahan seluas 225 hektar, 132 hektar di antaranya sudah ditanami lebih dari 100.000 pohon gaharu. ‘Gaharunisasi ini juga dilakukan di kampus,’ ujar Dr Sudirman, dekan Fakultas Pertanian Unram. Jika bisnis dan konservasi sudah bisa sejalan seia sekata, apalagi yang harus tunggu? Sebagaimana pepatah, Ah sudah gaharu cendana pula, sudah tahu bertanya pula.

Rabu, 01 Juni 2011

Taman Hutan Raya di Indonesia

Taman Hutan Raya di Indonesia sedikitnya ada 22 lokasi. Taman Hutan Raya (Tahura) tersebut tersebar di berbagai wilayah di Indonesia. Taman Hutan Raya (grand forest park) merupakan salah satu kawasan pelestarian alam selain Taman Nasional dan Taman Wisata Alam. Fungsinya hampir mirip dengan Kebun Raya meskipun memiliki perbedaan terutama dalam hal koleksi tanaman.

Pengertian Taman Hutan Raya sebagaimana dalam UU No. 5 Tahun 1990 adalah kawasan pelestarian alam untuk tujuan koleksi tumbuhan dan atau satwa yang alami atau buatan, jenis asli dan atau bukan asli, yang dimanfaatkan bagi kepentingan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, budaya, pariwisata dan rekreasi.

Dari pengertian itu Taman Hutan Raya (grand forest park) merupakan bentuk pelestarian alam terkombinasi, antara pelestarian eks-situ dan in-situ. Sehingga sebuah Tahura dapat ditetapkan baik dari hutan alam maupun hutan buatan. Namun demikian, fungsi yang jelas sebuah hutan raya adalah sebagai ‘etalase’ keanekaragaman hayati, tempat penelitian, tempat penangkaran jenis, serta juga sebagai tempat wisata.

Fungsi Taman Hutan Raya sebagai ‘etalasi’ keanekaragaman hayati dan tempat penyelamatan jenis tumbuhan tertentu, yang mulai langka, terancam hampir mirip dengan Kebun Raya. Namun berbeda dengan Kebun Raya yang bisa mengoleksi tumbuhan dari berbagai daerah, koleksi tanaman dalam Tahura sebagian besar (sekitar 80 %) haruslah tanaman lokal (bioregion) di mana Taman Hutan Raya tersebut berada dan sisanya boleh diisi dengan tanaman dari bioregion lain.

Daftar Taman Hutan Raya di Indonesia. Indonesia memiliki sedikitnya 22 kawasan yang telah ditetapkan sebagai kawasan Hutan Raya. Ke-22 kawasan Hutan Raya tersebut adalah:

  • Taman Hutan Raya Cut Nyak Dien (Meurah Intan); Nanggroe Aceh Darussalam. Terdapat di Kabupaten Aceh Besar. Tahura dengan luas 6.300 ha ini ditetapkan berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan RI Nomor: 95/Kpts-II/2001, 15 Maret 2001.
  • Taman Hutan Raya Bukit Barisan; Sumatera Utara. Terdapat di Kabupaten Karo, Deli Serdang, dan Langkat dengan luas 51.600 ha. Ditetapkan berdasarkan Kepres RI Nomor 48 Tahun 1988, 29 November 1988.
  • Taman Hutan Raya Dr. Moh. Hatta; Sumatera Barat. Berlokasi di Padang dengan area seluas 12.100 ha. Penetapannya berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan RI Nomor: 193/Kpts-II/1993, 27 Maret 1993.
    Gerbang Taman Hutan Raya Sultan Syarif Hasyim Riau

    Gerbang Taman Hutan Raya Sultan Syarif Hasyim Riau (Gambar: www.panoramio.com)

  • Taman Hutan Raya Sultan Syarif Hasyim; Riau. Berada di Kampar dengan luas 6.172 ha yang ditetapkan melalui Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan RI Nomor: 348/Kpts-II/1999, 26 Mei 1999.
  • Taman Hutan Raya Thaha Syaifudin; Jambi. Lokasinya di kabupaten Batanghari dengan luas 15.830 ha yang ditetapkan berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan RI Nomor: 94/Kpts-II/2001, 15 Maret 2001.
  • Taman Hutan Raya Raja Lelo; Bengkulu. Berada di kabupaten Bengkulu Utara dengan luas 1.122 ha. Penetapannya berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan RI Nomor: 21/Kpts/VI/1998, 7 Januari 1998.
  • Taman Hutan Raya Wan Abdul Rahman; Lampung. Terdapat di Lampung Selatan dengan area seluas 22.245 ha yang ditetapkan melalui Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan RI Nomor: 679/Kpts-II/1999, 1 September 1999.
    Pintu Gerbang Taman Hutan Raya Ir. Juanda Bandung

    Pintu Gerbang Taman Hutan Raya Ir. Juanda Bandung (Gambar: alexsetia.wordpress.com)

  • Taman Hutan Raya Ir. Djuanda, Jawa Barat. Berlokasi di Bandung dengan luas 590 ha. Penetapannya berdasarkan Keputusan Presiden RI Nomor 3 Tahun 1995, 14 Januari 1995.
  • Taman Hutan Raya Palasari, Jawa Barat. Berlokasi di Sumedang dengan luas 35 ha. Ditetapkan berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan RI Nomor: 297/Menhut-II/2004, 10 Agustus 2004.
  • Taman Hutan Raya Pancoran Mas Depok, Jawa Barat. Berada di Bogor dengan luas 6 ha. Ditetapkan melalui Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan RI Nomor: 276/Kpts-II/1999, 7 Mei 1999.
  • Taman Hutan Raya Ngargoyoso, Jawa Tengah. Tempatnya di Kabupaten Karanganyar dengan luas mencapai 231 ha. Penetapannya berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan RI Nomor: 233/Kpts-II/2003, 15 JulI 2003.
  • Taman Hutan Raya Gunung Bunder, Yogyakarta. Terdapat di Kabupaten Gunung Kidul dengan kawasan seluas 617,00 ha. Ditetapkan berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan RI Nomor: 353/Menhut-II/2004, 28 September 2004.
  • Taman Hutan Raya R. Suryo; Jawa Timur. Kawasannya meliputi Gunung Arjuno dan Cagar Alam Lalijiwo di Kabupaten Mojokerto, Kabupaten Malang, Kabupaten Jombang, Kabupaten Pasuruan dan Kota Batu dengan luas 27.868,30 Ha. Ditetapkan oleh Keputusan Menteri Kehutanan RI Nomor: 80/Kpts-II/2001, 19 Mei 2001.
  • Taman Hutan Raya Ngurah Rai; Bali. Lokasinya di kabupaten Badung dengan luas 1.392 ha. Ditetapkan melalui Keputusan Menteri Kehutanan RI Nomor: 067/Kpts-II/1988, 15 Februari 1988.
  • Taman Hutan Raya Nuraksa; Nusa Tenggara Barat. Terletak di kabupaten Lombok Barat dengan luas 3.155 ha. Ditetapkan berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan RI Nomor: 244/Kpts-II/1999, 27 April 1999.
  • Taman Hutan Raya Prof. Ir. Herman Yohanes; Nusa Tenggara Timur. Terdapat di Kupang. Kawasan dengan luas 1.900 ha ini ditetapkan berdasarkan Keputusan Presiden RI Nomor 80 Tahun 1996, 11 Oktober 1996.
    Taman Hutan Raya Bukit Soeharto, Kalimantan Timur

    Taman Hutan Raya Bukit Soeharto, Kalimantan Timur (Foto: www.flickr.com/photos/samarindabox)

  • Taman Hutan Raya Bukit Soeharto, Kalimantan Timur. Berada di Kabupaten Kutai Kartanegara dan Penajam Paser Utara dengan kawasan seluas 61.850 ha yang ditetapkan melalui Keputusan Menteri Kehutanan RI Nomor: 419/Menhut-II/2004, 19 Oktober 2004.
  • Taman Hutan Raya Sultan Adam; Kalimantan Selatan. Terdapat di Kabupaten Banjar dan Kabupaten Tanah Laut dengan luas 112.000 hektar. Ditetapkan sebagai Tahura berdasarkan Keppres RI No. 52 tahun 1989 tanggal 18 Oktober 1989.
  • Taman Hutan Raya Murhum; Sulawesi Tenggara. Berlokasi di Kendari dengan luas 7.877 ha. Ditetapkan sebagai Tahura melalui Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan RI Nomor: 103/Kpts-II/1999, 2 Maret 1999.
  • Taman Hutan Raya Palu; Sulawesi Tengah. Terletak di Sulawesi Tengah. Kawasan konservasi ini menempati lahan seluas 8.100 ha. Ditetapkan berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan No: 461/Kpts-11/1995, 4 September 1995.
  • Taman Hutan Raya Poboya Paneki; Sulawesi Tengah. Di Donggala dengan luas 7.128 ha. Ditetapkan berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan RI Nomor: 24/Kpts-II/1999, 9 April 1999.
  • Taman Hutan Raya Bontobahari; Sulawesi Selatan. Terdapat di Bulukumba, Sulawesi Selatan dengan luas 3.475 ha. Ditetapkan berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan RI Nomor: 721/Menhut-II/2004, 1 Oktober 2004.

Mungkin diantara sobat ada yang telah mengunjungi salah satu dari ke-22 Taman Hutan Raya tersebut. Atau jangan-jangan malah tidak pernah menyadari kalau di sekitar tempat tinggalnya terdapat Taman Hutan Raya.

Referensi dan gambar:

  • UU No. 5 Tahun 1990 Tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistem
  • www.plantamor.com/index.php?conservations=yes&t=hutan%20raya
  • www.panoramio.com/photo/24702481 (gambar)
  • alexsetia.wordpress.com/2009/10/14/menyusuri-taman-hutan-raya-djuanda-dago-menuju-maribaya (gambar)
  • www.flickr.com/photos/samarindabox (gambar)

Luas hutan Indonesia di tiap provinsi

Luas hutan Indonesia di tiap provinsi ini merupakan data luas hutan yang terdapat di masing-masing provinsi di Indonesia. Luas seluruh hutan di Indonesia adalah 133.300.543,98 ha. Ini mencakup kawasan suaka alam, hutan lindung, dan hutan produksi.

Provinsi dengan luas hutan terbesar adalah gabungan provinsi Papua dan Papua Barat dengan 40,5 juta ha. Disusul oleh provinsi Kalimantan Tengah (15,3 juta ha), dan Kalimantan Timur (14,6 juta ha). Sedangkan provinsi di Indonesia dengan luas hutan tersempit adalah DKI Jakarta (475 ha).

Data luas hutan Indonesia ini merupakan data de yure, data di atas kertas berdasarkan SK Penunjukan Kawasan Hutan dan Perairan Provinsi yang dikeluarkan oleh Menteri Kehutanan. Mengenai jumlah riil luas hutan di lapangan kemungkinan dapat berbeda. Hal ini lantaran beberapa SK penunjukan dikeluarkan sejak lebih dari sepuluh tahun yang silam, bahkan luas hutan di provinsi Kalimantan Tengah telah dikeluarkan sejak tahun 1982 dan sepertinya belum direvisi ulang.

Berikut data luas hutan di tiap provinsi di Indonesia beserta SK Penunjukan Kawasan Hutan dan Perairan Provinsi yang dikeluarkan oleh Menteri Kehutanan.

  1. Nangroe Aceh Darussalam (SK No. 170/Kpts-II/00); 3.335.713,00 ha;
  2. Sumatera Utara (SK No. 44/Menhut-II/05); 3.742.120,00 ha;
  3. Sumatera Barat (SK No. 422/Kpts-II/99); 2.600.286,00 ha;
  4. Riau (SK No. 173/Kpts-II/1986); 9.456.160,00 ha;
  5. Kepulauan Riau (data masih bergabung dengan provinsi Riau)
  6. Jambi (SK. No. 421/Kpts-II/99); 2.179.440,00 ha;
  7. Bengkulu (SK. No. 420/Kpts-II/99); 920.964,00 ha;
  8. Sumatera Selatan (SK No. 76/Kpts-II/01); 3.742.327,00 ha;
  9. Bangka Belitung (SK No. 357/Menhut-II/04); 657.510,00 ha;
  10. Lampung (SK No. 256/Kpts-II/00); 1.004.735,00 ha;
  11. DKI Jakarta (SK No. 220/Kpts-II/00); 475,45 ha;
  12. Jawa Barat (SK No. 195/Kpts-II/03); 816.602,70 ha;
  13. Banten; 201.787,00 ha;
  14. Jawa Tengah (SK No. 359/Menhut-II/04); 647.133,00 ha;
  15. DI. Yogyakarta (SK No. 171/Kpts-II/00); 16.819,52 ha;
  16. Jawa Timur (SK No. 417/Kpts-II/99); 1.357.206,30 ha;
  17. Bali (SK No. 433/Kpts-II/99); 127.271,01 ha;
  18. Nusa Tenggara Barat (SK No. 598/Menhut-II/2009); 1.035.838,00 ha;
  19. Nusa Tenggara Timur (SK No. 423/Kpts-II/99); 1.555.068,00 ha;
  20. Kalimantan Barat (SK No. 259/Kpts-II/00); 9.101.760,00 ha;
  21. Kalimantan Tengah (SK No. 759/Kpts/Um/10/82); 15.300.000,00 ha;
  22. Kalimantan Timur (SK No. 79/Kpts-II/01); 14.651.053,00 ha;
  23. Kalimantan Selatan (SK No. 435/Menhut-II/2009); 1.566.697,00 ha;
  24. Sulawesi Utara (SK No. 452/Kpts-II/99); 725.514,00 ha;
  25. Gorontalo (SK No. 325/Menhut-II/2010); 647.668,00 ha;
  26. Sulawesi Tengah (SK No. 757/Kpts-II/99); 4.394.932,00 ha;
  27. Sulawesi Tenggara; (SK No. 454/Kpts-II/99); 2.518.337,00 ha;
  28. Sulawesi Selatan (SK No. 434/Menhut-II/2009); 2.118.992,00 ha;
  29. Sulawesi Barat (SK No. 890/Kpts-II/99); 1.185.666,00 ha;
  30. Maluku (SK No. 415/Kpts-II/99); 7.146.109,00 ha;
  31. Maluku Utara (data masih bergabung dengan provinsi Maluku)
  32. Papua (SK No. 891/Kpts-II/99); 40.546.360,00 ha;
  33. Papua Barat (data masih bergabung dengan provinsi Papua)

Sekali lagi data ini kemungkinan besar bukan luas riil hutan di Indonesia. Dengan SK penunjukkan kawasan hutan yang dikeluarkan beberapa tahun lalu ini tentunya tidak mencakup berbagai kerusakan hutan yang terjadi akibat kebakaran hutan, pembalakan liar, maupun berbagai alih fungsi hutan lainnya. Semoga luas hutan di Indonesia yang mencapai 133 juta hektar ini tidak terlalu jauh berbeda dengan kenyataan di lapangan.

Dan yang paling penting, luas hutan di masing-masing provisi di Indonesia ini selalu lestari sebagai warisan tak ternilai untuk anak cucu kita.

  • Referensi: Buku Data dan Informasi Pemanfaatan Hutan Tahun 2010; Direktorat Jendral Planologi Kehutanan, Kementerian Kehutanan; November 2010.

Gambar Kerusakan Hutan

Gambar kerusakan hutan ini adalah foto kerusakan hutan yang dirilis oleh Greenpeace. Dalam rangkaian foto ini terlihat pembabatan hutan besar-besaran yang terjadi di Kalimantan, Indonesia.

Rangkaian gambar ini merupakan hasil foto udara yang dilakukan oleh Greenpeace pada Juli 2010. Menurut Greenpeace, kerusakan hutan ini dilakukan untuk pembukaan lahan kelapa sawit yang dilakukan oleh anak anak perusahaan dari PT Sinar Mas Group di Kalimantan.

Foto ini meneguhkan tingkat deforestasi di Indonesia yang mencapai 1,17 juta hektar pertahun. Bahkan menurut State of the World’s Forests 2007 yang dikeluarkan The UN Food & Agriculture Organization (FAO) angka kerusakan hutan Indonesia mencapai 1,8 juta hektar/tahun. Akibatnya, dari 133 juta ha luas hutan Indonesia, hanya 23 % saja yang masih berupa hutan primer dan terbebas dari kerusakan.

Dan inilah 12 gambar kerusakan hutan hasil foto udara tersebut.

Silahkan klik pada masing-masing foto untuk melihat gambar dalam ukuran besar.

Melihat rangkaian foto dan gambar kerusakan hutan ini, kita semua pasti akan merasa miris. Dan tanya pun menyeruak, sampai kapan ini akan berlangsung, sampai habis hutan Indonesia?.

Foto: beritalingkungan.com/foto/2010-07/rusaknya-hutan-kalimatan

Koleksi Gambar Terumbu Karang (Coral Reef)

Koleksi gambar atau foto terumbu karang (coral reef) ini merupakan gambar aneka terumbu karang yang pernah saya publish dan foto-foto coral reef lainnya yang saya dapatkan dari koleksi gambar terumbu karang di commons wikimedia.

Kesemua gambar dan foto terumbu karang ini membuktikan kepada kita betapa indah dan kayanya keanekaragaman hayati di laut.

Langsung saja inilah gambar-gambar atau foto-foto terumbu karang (coral reef) yang indah mempesona. Gambar terumbu karang ini keknya layak juga jika digunakan sebagai walpaper.

Gambar terumbu karang di Taman Laut Bunaken

Terumbu Karang (Coral Reef)Atau ini?. Gambar terumbu karang di perairan Raja Ampat:Terumbu Karang (Coral Reef)Dan ini koleksi foto terumbu karang (Coral Reef) lainnya:

Terumbu Karang (Coral Reef)Terumbu karang yang indah, bukan?.


Gambar hewan langka

Gambar hewan-hewan langka di Indonesia ini saya lengkapi dengan link menuju artikel yang memberikan penjelasan selengkapnya. Gambar-gambar berikut merupakan gambar hewan langka yang mempunyai status keterancaman tertinggi (Critically Endangered) di Indonesia sebagaimana ditetapkan IUCN Redlist.

Silahkan klik gambar binatang untuk melihat gambar hewan lebih besar. Sedangkan jiuka ingin melihat diskripsi dan penjelasan lengkap serta gambar lainnya dari binatang tersebut silakan klik tautan yang tersedia.

Berikut gambar-gambar hewan langka di Indonesia dengan status keterancaman tertinggi:

Gambar-gambar hewan langka di Indonesia yang Alamendah sampaikan ini bukanlah daftar lengkap. Masih terdapat beberapa binatang langka lainnya termasuk yang berstatus di bawah Critically Endangered. Untuk melihatnya silakan mengklik tautan pada artikel berjudul Daftar Binatang Langka Indonesia atau Daftar Hewan (Burung) Langka dan Terancam Punah. Sedangkan untuk daftar tumbuhan langka bisa dilihat di Tanaman (Tumbuhan) Langka Indonesia yang Terancam Punah.